Untuk info lebih lanjut dapat langsung
menghubungi ke :
Telp : 021 470 5841
Hp & WA : 08127866663 /
081289854040
Alamat : Jl. Panca wardi, No. 33-34,
Kayu Putih, Jakarta Timur
Anak Panah
Anak panah dapat dibuat dari kayu, bambu maupun rotan. Sedangkan mata panah dibuat dari besi, kaca, batu, tulang maupun bahan keras lainnya. fungsi dari head arrow ini adalah untuk melindungi batang/badan anak panah dan kemampuanya dalam mengenai target.
Panjang anak panah adalah sekitar 60 cm, dengan berat 18 gram. semakin besar diameter suatu anak panah, maka tingkat kerusakan yang dihasilkan semakin besar, tetapi melayang lebih lambat di bandingkan dengan anak panah berdiameter lebih kecil. diameter anak panah yang kecil akan membuat anak panah mampu meluncur dengan lebih cepat tetapi kerusakan yang dihasilkan akan lebih lemah.
Sedangkan wings/sayap anak panah dapat dibuat dari bulu sayap kiri unggas, plastik, kertas, kain atau bahan lainnya. wings berfungsi untuk men-stabilkan anak panah setelah terlontar dari busur. Lebar wings secara langsung akan mempengaruhi tingkat kebisingan/suara dan kecepatan pada anak panah yang sedang meluncur/melayang.
Agar kayu yang akan digunakan untuk membuat anak panah lurus, hal yang perlu dilakukan adalah memperbaikinya, dengan cara memanaskannya di atas bara api dan melakukan pelurusan kayu sesuai keinginan secara bertahap.
Bulu/wings pada anak panah perlu diberi pelindung, agar wings tidak rusak ketika bergesekan dengan busur, yang perlu dilakukan adalah merekatkan bulu dengan lem dan melilit pangkal bulu dengan seutas tali.
Untuk info lebih lanjut dapat langsung
menghubungi ke :
Telp : 021 470 5841
Hp & WA : 08127866663 /
081289854040
Alamat : Jl. Panca wardi, No. 33-34, Kayu Putih, Jakarta Timur
Ketapel di Indonesia sering disebut dengan pelinteng atau blandring. Ketapel banyak digunakan untuk berburu hewan kecil seperti burung kecil atau capung, atau sekedar untuk bermain perang-perangan dengan teman sebaya di waktu masih anak-anak. Ketapel di Indonesia terdiri dari bahan kayu dan karet, karet yang digunakan biasanya berasal dari ban kendaraan bekas, sedangkan peluru yang digunakan biasanya batu kecil, atau karet gelang yang dibentuk bulat-bulat sehingga tidak melukai orang lain.
Permainan ini biasanya identik dengan mainan anak laki-laki, mainan ini kerap dipergunakan untuk menembaki buah di pohon.
Tapi kini, orang dewasa pun nyatanya masih ada yang memainkan ketapel bahkan memiliki komunitas yang anggota mencapai 100 orang.
Dalam penggalian di situs hirbet el-Maqatir, sekitar 16 km sebelah utara Yerusalem, batu-batu umban diketemukan hampir di semua tempat. Dr. Bryan Wood, kepala tim penggalian, melaporkan, “Pada penggalian ketiga, kami menemukan hampir tiga lusin batu umban. Betuknya kasar, berdiameter2 inci lebih besar daripada bola tenis, dan beratnya sekitar sembilan ons.” Batu-batu itu dibentuk dengan alat. Bentuk dan ukurannya menunjukkan periode tertentu dalam sejarah Palestina. Batu umban berukuran besar digunakan hingga masa Yunani (akhir 4 BC). Pasukan Romawi dan Yunani menggunakan batu umban seukuran bola golf.
Ketapel zaman dahulu dibuat dari kulit atau juga dari anyaman wol, dengan sebuah kantung di tengahnya untuk meletakkan batu. Semakin panjang tali katapelnya semakin jauh pula lemparannya. Ketapel jarak jauh panjangnya sekitar 3 kaki.
Pasukan ringan (peltast) terdiri dari para pemanah, ketapel tangan, dan pelempar tombak. Mereka bertugas membuka serangan dengan menghujani musuh. Ketapel untuk jarak jauh, panah untuk jarak menengah, sedangkan tombak untuk jarak yang sudah agak dekat. Mereka juga bertugas melindungi pasukan berpedang (hoplite) saat melarikan diri.
Menurut sebuah dokumen perang, pasukan panah dilatih untuk membidik target sejauh 175 meter sedangkan pasukan ketapel 375 meter. Pasukan ketapel bahkan mampu membidik muka musuh secara akurat dengan kecepatan lemparan mencapai 90 km/jam. Seorang penulis Romawi mengatakan bahwa prajurit yang mengenakan baju pelindung berlapis kulit lebih takut pada serangan umban daripada anak panah. Sebuah dokumen kesehatan Roma yang ditulis oleh Celcus menunjukkan cara-cara pengambilan batu ketapel dari dalam tubuh seseorang. Ini berarti bahwa batu ketapel mampu menembus tubuh seseorang, walau dengan pelindung tubuh dari kulit.
Di Indonesia, ketapel sering disebut dengan plinthengan atau blandring. Ketapel digunakan untuk berburu hewan kecil seperti burung kecil atau capung, atau sekedar untuk bermain perang-perangan dengan teman sebaya. Ketapel di Indonesia dibuat dari bahan kayu dan karet. Karet yang digunakan biasanya berasal dari ban bekas. Peluru yang digunakan biasanya batu kecil, atau karet gelang yang dibentuk bulat-bulat sehingga tidak melukai orang lain.
Permainan tradisional sesungguhnya memiliki banyak manfaat bagi anak-anak. Selain tidak
mengeluarkan banyak biaya, permainan –permainan tradisional sebenarnya
sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak. Secara tidak langsung,
anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan,
kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Para psikolog menilai bahwa sesungguhnya mainan tradisional mampu membentuk motorik anak, baik kasar maupun halus. Salah satu permainan
yang mampu membentuk motorik anak adalah dakon. Motorik halus lebih
digunakan dalam permainan ini. Pada permainan ini pemain dituntut untuk memegang biji secara utuh sembari meletakkannya satu-satu di kotakkannya dengan satu tangan.
Selain itu, permainan
tradisional juga dapat melatih kemampuan sosial para pemainnya. Inilah
yang membedakan permainan tradisional dengan permainan modern. Pada umumnya, mainan tradisional adalah permainan yang membutuhkan lebih dari satu pemain. Permainan
galasin misalnya. Kemampuan sosial sangat dilatih pada permainan ini.
Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati
garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan
seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik
dalam area lapangan yang telah ditentukan. Pada permainan trdisional
kemampuan anak untuk berempati dengan teman, kejujuran, dan kesabaran
sangat dituntut dalam mainan tradisional. Hal ini sangat berbeda dengan
pola permainan modern. Kemampuan sosial anak tidak terlalu dipentingkan
dalam permainan modern ini, malah cenderung diabaikan karena pada
umumnya mainan modern berbentuk permainan individual di mana anak dapat
bermain sendiri tanpa kehadiran teman-temannya. Sekalipun dimainkan oleh
dua anak, kemampuan interaksi anak dengan temannya tidak terlalu
terlihat. Pada dasarnya sang anak terfokus pada permainan yang ada di
hadapannya. Mainan modern cenderung bersifat agresif, sehingga tidak
mustahil anak bersifat agresif karena pengaruh dari mainan ini.
Permainan tradisional
biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan
barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para
pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan
alat-alat permainan. Selain itu, permainan tradisional tidak
memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain
aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang
disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa
para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai
dengan keadaan mereka.
Meskipun permainan tradisional sudah jarang ditemukan, masih
ada beberapa anak-anak Indonesia di daerah-daerah terpencil yang
memainkan permainan ini. Bahkan, permainan tradisional juga digunakan
oleh para psikolog sebagai terapi pengembangan kecerdasan anak. Melihat
banyaknya manfaat yang ada dalam permainan tradisional, tidak ada
salahnya jika kita melestarikan dan memperkenalkan kembali permainan
tradisional kepada generasi muda Indonesia dan dunia sebagai bentuk
kepedulian anak bangsa kepada warisan budaya Indonesia.
Recent Comments